"Pahlawan" adalah sebuah
kata benda. Secara etimologi kata "pahlawan" berasal dari bahasa
Sanskerta "phala", yang bermakna hasil atau buah. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan
pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani.
Pahlawan adalah seseorang yang
berpahala yang perbuatannya berhasil bagi kepentingan orang banyak.
Perbuatannya memiliki pengaruh terhadap tingkah laku orang lain, karena dinilai
mulia dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat bangsa atau umat manusia.
Dalam bahasa Inggris pahlawan
disebut "hero" yang diberi arti satu sosok legendaris dalam mitologi
yang dikaruniai kekuatan yang luar biasa, keberanian dan kemampuan, serta
diakui sebagai keturunan dewa. Pahlawan adalah sosok yang selalu membela
kebenaran dan membela yang lemah.
Dalam cerita perwayangan dikenal
tokoh Arjuna dari Pandawa dinilai sebagai pahlawan yang membela kebenaran dari
kebatilan. Pahlawan juga dipandang sebagai orang yang dikagumi atas hasil tindakannya,
serta sifat mulianya, sehingga diakui sebagai contoh dan tauladan.
Pahlawan sering dikaitkan dengan
keberhasilan dalam prestasi gemilang dalam bidang kemiliteran. Pada umumnya
pahlawan adalah seseorang yang berbakti kepada masyarakat, negara, bangsa dan
atau umat manusia tanpa menyerah dalam mencapai cita-citanya yang mulia,
sehingga rela berkorban demi tercapainya tujuan, dengan dilandasi oleh sikap
tanpa pamrih pribadi.
Seorang pahlawan bangsa yang dengan
sepenuh hati mencintai negara bangsanya sehingga rela berkorban demi
kelestarian dan kejayaan bangsa negaranya disebut juga sebagai patriot.
Kategori pahlawan pun ada banyak,
tergantung dengan prestasi yang disumbangkannya, seperti pahlawan kemanusiaan,
pahlawan nasional, pahlawan perintis kemerdekaan, pahlawan revolusi, pahlawan
proklamasi, pahlawan iman, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan kesiangan, dan
sebagainya.
RADEN AJENG KARTINI
Habis Gelap Terbitlah Terang, itulah judul buku dari kumpulan surat-surat
Raden Ajeng Kartini
yang terkenal. Surat-surat yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya
di negeri Belanda itu kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan
dari seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang
sudah membudaya pada zamannya.
Buku itu menjadi pedorong semangat
para wanita Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya. Perjuangan
Kartini tidaklah hanya tertulis di atas kertas tapi dibuktikan dengan
mendirikan sekolah gratis untuk anak gadis di Jepara dan Rembang.
Upaya
dari puteri seorang Bupati Jepara ini telah membuka penglihatan
kaumnya di berbagai daerah lainnya. Sejak itu sekolah-sekolah wanita
lahir dan bertumbuh di berbagai pelosok negeri. Wanita Indonesia pun
telah lahir menjadi manusia seutuhnya.
Di era Kartini, akhir abad
19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh
kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh
pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan
jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.
Kartini yang merasa
tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan
sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu
diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta
perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya
menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan
kurang baik itu.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSvwLKCKywqMM-aopAYtm7A43wmNEyLn42E6xYFaucEdOg9oqIpIgBbVmARqb8u5nGfJKaFIbU79W9Toeb779wKgjUC4P-_hEHs8pLG5YJgDd1vr9CzlgP3hnXA-BzYXuvSQgQ2nnItEuk/s400/120px-COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Studioportret_van_Raden_Ajeng_Kartini_met_haar_ouders_zussen_en_broer_TMnr_10018778.jpg)
Pada
saat itu, Raden Ajeng Kartini yang lahir di Jepara, Jawa Tengah pada
tanggal 21 April 1879, ini sebenarnya sangat menginginkan bisa
memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, namun sebagaimana kebiasaan
saat itu dia pun tidak diizinkan oleh orang tuanya.
Dia hanya
sempat memperoleh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School)
atau tingkat sekolah dasar. Setamat E.L.S, Kartini pun dipingit
sebagaimana kebiasaan atau adat-istiadat yang berlaku di tempat
kelahirannya dimana setelah seorang wanita menamatkan sekolah di tingkat
sekolah dasar, gadis tersebut harus menjalani masa pingitan sampai
tiba saatnya untuk menikah.
Perkawinan
Raden Ajeng Kartini pada tahun 1903 dengan Raden Adipati Joyoningrat
Bupati Rembang mengharuskan beliau mengikuti suami, dan di daerah inilah
beliau dengan gigih meningkatkan kegiatannya dalam dunia pendidikan.
Peranan Suami, dalam usaha Raden Ajeng Kartini Meningkatkan perjuangan
sangat menentukan pula karena dengan dorongan dan bantuan suaminyalah
beliau dapat mendirikan sekolah kepandaian putri dan disanalah beliau
mengajarkan tentang kegiatan wanita, seperti belajar jahit menjahit
serta kepandaian putri lainnya.
Usaha-usaha
Raden Ajeng Kartini dalam meningkatkan kecerdasan untuk bangsa
indonesia dan kaum wanita, khususnya melalui sarana-sarana pendidikan
dengan tidak memandang tingkat dan derajat, apakah itu bangsawan atau
rakyat biasa. Semuanya mempunyai hak yang sama dalam segala hal, bukan
itu saja karya-karya beliau, persamaan hak antara kaum laki-laki dan
kaum wanita tidak boleh ada perbedaan. Beliau juga mempunyai keyakinan
bahwa kecerdasan rakyat untuk berpikir, tidak akan maju jika kaum wanita
ketinggalan.
Inilah
perjuangan Raden Ajeng Kartini yang telah berhasil menampakkan kaum
wanita ditempat yang layak, yang mengangkat derajat wanita dari tempat
gelap ketempat yang terang benderang. sesuai dengan karya tulis beliau
yang terkenal, yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Raden
Ajeng Kartini meninggal dunia dalam usia 25 tahun, beliau pergi
meninggalkan Bangsa Indonesia dalam usia yang relatif muda, yang masih
penuh dengan cita-cita perjuangan dan daya kreasi yang melimpah.